Di antara hikmah pandemi Covid-19 bagi guru atau dosen adalah pengejewantahan pembelajaran daring. Sebetulnya sudah cukup lama perangkat daring itu ada seiring dengan perkembangan yang demikian pesat teknologi informatika dan komputer. Akan tetapi, diakui atau tidak belum cukup banyak guru atau dosen yang mengimplementasikannya. Alasannya sederhana, ribet. Kadang tak sedikit juga yg beralasan diplomatis, yakni pembelajaran daring tidak mampu mengakomodasi tiga aspek penting dalam pembelajaran yakni kognitif, afektif dan psikomotorik. Masuk akal memang. Namun sesungguhnya, gagasan awal pembelajaran daring bukan muncul untuk menggantikan pembelajaran tatap muka (offline), akan tetapi sebagai pelengkap dan pengayaan pembelajaran tatap muka yang dinilai kurang.
Bagi saya, pembelajaran daring berbasis teleconference seperti zoom atau selainnya tidak cocok untuk saat ini, terutama di waktu-waktu prime time seperti pagi hari (dhuha) dan malam hari selepas maghrib. Padahal hampir semua perkuliahan saya terjadwal di waktu prime time. Lha emang kenapa? Anak saya masih kecil-kecil. Enam tahun, empat tahun dan satu tahun. Bisa anda bayangkan betapa riuhnya suasana rumah saya dengan celotehan dan teriakan anak-anak saya saat main. Belum lagi, jika si bontot sudah lihat ayahnya mainin sesuatu. Pasti langsung didekati dan pingin direbut. Kan gak lucu, kalau ayahnya lagi konsentrasi teleconference dengan mahasiswanya, tiba-tiba direcokin si kecil. Gagal total. Maka, pembelajaran daring berbasis teks atau tulisan yang saat ini saya pilih. Meski demikian, bukan berarti saya tidak pernah memberikan materi dalam bentuk audio visual. Jika tidak live, masih memungkinkan bagi saya untuk menggarap video pembelajaran dan kemudian mempublishnya di youtube. Untuk menggarap video pembelajaran bisa dilakukan tengah malam saat anak-anak sudah tidur. Video yang sudah terpublish di youtube, dapat saya share linknya di aplikasi atau media pembelajaran seperti WAG atau Google Classroom. Nah, kedua media tersebut yang saat ini saya gunakan untuk mensukseskan pembelajaran daring di tengah pandemi Covid-19 ini.
Setelah menggunakan 2 pekan ini, izinkanlah saya memberikan testimoni dan komparasi dari kedua aplikasi elearning diatas. Google Classroom (GC) dari sisi fiture, jelas lebih lengkap dibandingkan WAG. GC memiliki fiture classroom alias fiture tugas dan kuis yang bisa digunakan oleh guru/dosen untuk mengunggah atau memposting tugas/kuis. Demikian pula, mahasiswa dapat memposting atau mengunggah jawaban dari tugas yang diberikan. Dengan demikian, guru atau dosen dapat dengan mudah menginventarisasi tugas-tugas siswa atau mahasiswa. Tak hanya itu, google classroom juga dilengkapi fiture presensi atau kehadiran siswa/mahasiswa sehingga riwayat kehadiran dan ketidakhadiran bisa terekam dengan mudah.
Adapun WAG, tidak dilengkapi fiture classroom dan presensi. Namun dari sisi pemostingan materi berupa teks, gambar dan video, jelas WAG lebih ungguh ketimbang GC. Dari sisi mana keunggulannya? WAG memberikan kemudahan bagi penggunanya saat memposting teks dengan variasi penekanan tulisan baik bold, italic dan ratusan emoticon menarik lainnya yang membantu pembacanya lebih memahami maksud dan pesan/materi yang disampaikan pemostingnya (baca: guru atau dosen). Begitu juga, untuk posting gambar atau video, WAG lebih direct (baca: tampil langsung) dibandingkan dengan GC yang ditampilkan dalam bentuk attachment sebagamana tampilan file berupa doc, pdf atau semisalnya di WAG. Tampilan berupa attachment/lampiran cenderung tidak sering dibuka-buka dibandingkan tampilan berupa gambar yang view nya langsung. Sampai disini paham kan? Hal inilah yang tidak dapat dilakukan di GC. Postingan materi cenderung tidak menarik. Datar dan tidak bisa memberikan penekanan seperti bold atau italic. Padahal penekanan-penekanan dalam suatu tulisan itu cukup penting untuk membantu memudahkan dalam pemahaman. Nah itulah sedikit komparasi dari saya dari dua media elearning yang mungkin paling familiar diantara puluhan aplikasi elearning yang tersedia di pasaran. Jika ada kekeliruan, terima kasih jika anda berkenan mengoreksi atau menambahkan yang belum ada. Sekian terima gaji.