Mendisiplinkan diri bukan sebatas pada kehadiran dalam suatu acara dengan tepat waktu. Lebih dari itu mendisiplinkan diri bermakna pemaksaan diri untuk mematuhi agenda harian yang sudah disusun diawalnya dan akan menjadi kebiasaan yang teratur sehingga ringan untuk dijalankan setelahnya. Bagaimana setiap harinya kita bisa dengan teratur menjalankan sholat berjamaah tepat waktu, tadarus al-quran dan membaca buku. Apabila semua itu dapat kita dawamkan setiap hari, maka kita dianggap sudah mendisiplinkan diri.
Ya, menurut saya kedisiplinan diri itulah diantara kunci sukses hidup kita. Kemauan kita untuk memaksa diri untuk move on dari kebiasaan buruk ke kebiasaan baik dan kemudian memeliharanya, menjadi prasyarat bagi kita untuk maju dan menjadi hebat.
Dua nama yang yang cukup banyak memberikan ilmu dan pelajaran bagi saya terkait pendisiplinan diri adalah Ciptadi WK dan Djoko Sambodo. Yang pertama adalah rekan kuliah S-2 saya dan yang kedua adalah rekan dosen sekaligus partner kerja di dewan redaksi Buletin Al-Fatah yang kami kelola dan terbitkan setiap semester. Ndilalah dua-duanya pernah pernah menjabat dalam posisi strategis yaitu ketua/pemimpin. Sebagaimana yang maklum, tugas seorang pemimpin adalah mengkoordinasi anggotanya atau bawahannya untuk bekerja secara bersama-sama mewujudkan visi yang dicanangkan. Hanya saja bedanya, yang pertama garang yang kedua lembut namun tetap menyentil.
Berdasarkan penuturannya, Pa Ciptadi tak segan-segan untuk menegur bahkan memperingatkan dengan keras manakala anggota atau siapapun yang menjadi bawahannya undisipliner. Dan beliau tidak peduli siapapun mereka. Bahkan sekalipun dengan atasannya. Apabila menurut beliau, sang atasan melakukan tindakan pelanggaran terhadap sesuatu yang jelas-jelas benar, maka beliau pun tak segan-segan memperingatkan. Tidak ada yang harus beliau jaga dalam jabatannya sebagai ketua kecuali komitmen pada apa-apa yang benar dan baik serta mengikuti tata tertib dan peraturan yang sudah dibuat. Demikian sekelumit pengalaman beliau sebagai pimpinan yang beliau bagikan ke saya.
Sementara Pa Djoko Sambodo, beliau dikenal oleh rekan-rekannya termasuk saya sebagai sosok yang sangat disiplin. Beliau sangat commit terhadap kesepakatan-kesepakatan yang sudah dibuat. Itu sebabnya, dalam kapasitasnya sebagai pimpinan, beliau tak jarang mengingatkan anggotanya progress atau kemajuan pekerjaannya. Pernah beliau menuturkan kepada saya, pengalamannya berpartner dengan seorang jaksa. Sebelumnya sudah terjadi kesepakatan bertemu antara beliau dan jaksa tersebut, lengkap tanggal dan waktunya. Akan tetapi ketika hari-H nya, entah lupa atau ada kesibukan lain, Bu Jaksa tidak mengkonfirmasi sebab ketidakhadirannya. Padahal Pa Djoko sudah menunggu hingga satu jam. Disaat itulah Pa Djoko tidak segan-segan mengingatkan berkali-kali via SMS atau telp perihal pertemuannya. Dan begitulah yang kerap beliau terapkan terhadap partner kerja beliau yang lain.
Itulah sedikit ilmu yang dapat saya pelajari dari kedua teman saya. Bahwasanya, kita harus mau dan mampu memaksa diri untuk mendisiplinkan diri kita menjadi lebih baik. Dan itupun tidak menuntut bahwa apa yang kita lakukan setiap hari harus banyak. Yang terpenting adalah rutin. Bukankah amalan yang paling dicintai Allah adalah yang rutin meskipun sedikit. Oleh karena itu, marilah kita terus mendawamkan aktivitas-aktivitas bernilai ibadah hingga menjadi sebuah kebiasaan yang apabila kita tinggalkan sekali saja, maka akan terasa penyesalan di hati kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar