Di dalam mata pelajaran agama bab fiqh di bangku sekolah dasar pernah kita diajarkan tiga macam najis ditinjau dari derajad najisnya itu sendiri. Ada najis berat yang disebut dengan najis mugholadoh, ada najis menengah yang dikenal dengan najis mutawasithoh dan najis ringan atau mukhofafah. Dalam postingan kali ini, saya hanya menguraikan sedikit tentang najis mukhofafah. Najis mukhofafah disebut juga najis ringan karena untuk mensucikannya adalah ringan. Yaitu, cukup dengan memercikkan air pada permukaan kain yang terkena najis. Maka kemudian kain tersebut dapat dipakai untuk sholat.

Adapun contoh najis ringan Anda pun mungkin dapat menyebutkan secara spontan tanpa harus mengingat-ngingat. Iya benar, najis mukhofafah contohnya adalah najisnya kencing bayi laki-laki yang belum makan atau minum apa-apa selain ASI.  Adapun najisnya kencing bayi perempuan sudah masuk kategori najis menengah atau mutawasithoh sebab cara mensucikannya tidak cukup dengan memercikkan air pada permukaan kain yang terkena najis akan tetapi harus diguyur dan dicuci dengan air hingga bersih dan suci. 

Nah, pernahkan Anda bertanya-tanya apa hikmah atau rahasia dibalik pembedaan jenis najis dan cara pensuciannya? Padahal kalau kita amati, tidak ada pembedaan dalam perlakuan terhadap bayi laki-laki dan bayi perempuan baik dalam makanannya, mandinya dan pemeliharaan yang lain. Lantas kenapa syariat islam membedakan derajad kedua najis tersebut dan cara mensucikannya?

Kendatipun banyak diantara syariat islam yang sudah diungkap rahasia dan hikmahnya oleh para ilmuwan atau ulama akan tetapi yang belum terungkap hingga saat ini jauh lebih banyak. Meski demikian, bukan tugas dan kewajiban bagi manusia untuk mengingkap tabir rahasia dan hikmah diturunkannya syariat-syariat islam. Kewajiban manusia sebagai seorang hamba tidak lain adalah ubudiyah (beribadah) untuk Allah Robbul 'aalamiin. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Adzaariyat:56 (artinya), "Dan tidaklah aku (Allah) ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaku".

Karenanya seorang hamba yang beriman, terhadap syariat yang datang kepada-nya BUKAN menganalisa dulu hingga sampai menemukan hikmahnya akan tetapi cukup mengatakan sami'na wa atho'na. Mereka tidak disuruh untuk menganalisa setiap syariat yang datang kepada mereka, karena Allah sang pemberi syariat tidak menurunkan syariat bagi para hamba-Nya kecuali di dalamnya mengandung maslahat dan hikmah yang sangat besar. Semuanya sudah ada grand design nya.

Namun adakalanya hikmah dari sebuah syariat sengaja Allah singkapkan melalui wali-nya atau para ilmuwan agar manusia sadar akan kelemahan dirinya dan sadar akan keagungan Robb Semesta alam yang dengannya manusia semakin tunduk dan patuh terhadap perintah-Nya.

Diantara hikmah yang disingkap oleh para ulama dan ilmuwan meski masing-masing diantara mereka aling berbeda pendapat tentang sebab yang mewajibkan pembedaan antara najis kencing bayi laki-laki dan perempuan. Masing-masing  diantara mereka mencoba mencari hikmah sesuai dengan pandangannya. Yang paling bagus  dari pencarian ini ialah salah satu dari dua hal sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Alu Bassam dalam kitabnya Syarah Umdatul Ahkam penerbit Darul Falah hal:65:

[1] Anak laki-laki secara naluri mempunyai suhu badan yang lebih tinggi (panas) dibandingkan anak perempuan. Dengan suhu badan yang lebih tinggi ini, makanan anak laki-laki menjadi lembut, karena ia berupa air susu ibu. Sementara anak perempuan tidak memiliki suhu badan yang lebih tinggi. Hal ini menegaskan pembatasan kematangan najis meski tidak mengkonsumsi makanan selain air susu ibu.

[2] Biasanya anak laki-laki disukai  orang-orang dari pada bayi perempuan, sehingga dia lebih banyak diajak dan digendong, yang berarti melibatkan nasjisnya, sehingga bisa menimbulkan kesulitan. Karena itulah ditetapkan keringanan karena najisnya. Hal ini dikuatkan dengan toleransi dan kemudahan syariat. Dalam kaidah yang bersifat umum dinyatakan, "kesulitan itu mendatangkan kemudahan. " (selesai kutipan)

Ya, kalau kita perhatikan memang begitulah bayi laki-laki. setiap orang yang melihatnya berasa pingin menggendongnya karena nggemesinnya itu. Bahkan cara menggendong bayi laki-laki dan perempuan kerap kali berbeda. Taukah Anda bedanya? Meski tidak semuanya, bayi laki-laki lebih banyak digendong dengan teknik penggendongan yang lebih variatif. Ada yang digendong biasa (disisi badan penggendong), ada yang di depan di depan badan penggendong, ada yang di belakang alias dipunggung, dan teknik penggendongan yang disebutkan terakhir ini yang sangat sedikit diterapkan kepada bayi perempuan. Tidak percaya? Apa itu? menggendong bayi diatas bahu sebelah kiri atau kanan atau diantaranya yakni diatas kepala dengan posisi kedua kaki bayi di depan dada penggendong. Rasa-rasanya, kok ngga pantas bayi perempuan digendong dengan posisi diatas bahu penggendong sebagaimana bayi laki-laki. Iya apa iya? 

Barangkali itulah sebabnya karakter laki-laki cenderung lebih pecicilan dibandingkan perempuan. Itu sebabnya ngga aneh kalau sekarang ada julukan "jagoan" untuk bayi laki-laki. Lalu apa julukan bagi bayi perempuan yang sudah populer di kalangan manusia atau jin? Yang tahu silakan jawab di komentar.

[Taufiqur Rokhman - Perumnas III - 05082015 - 22.45]