Untuk mesin dengan bore B (lihat Gambar 1), crank offset a, panjang stroke S, belok pada a putaran mesin N:
S = 2a (Persamaan 1)
Kecepatan piston rata-rata adalah:
Vav = 2SN (Persamaan 2)
Gambar 1. Piston dan Geometri Silinder
N umumnya diberikan dalam RPM (revolusi per menit), V dalam m/detik (ft/ detik), dan B, a, dan S dalam m atau cm (ft atau in.).
Kecepatan piston rata-rata untuk semua mesin biasanya berada pada kisaran 5 hingga 15 m/detik (15 hingga 50 ft/detik), dengan mesin diesel besar di batas bawah dan mesin bensin performa tinggi di batas atas.
Ada dua alasan mengapa mesin beroperasi dalam kisaran ini.
Pertama, ini tentang batas aman yang dapat ditoleransi oleh kekuatan material dari komponen mesin. Untuk setiap putaran mesin, masing-masing piston dipercepat dua kali dari stop ke kecepatan maksimum dan kembali lagi ke stop. Di kecepatan mesin tipikal 3000 RPM, setiap putaran berlangsung selama 0,02 detik (0,005 detik pada 12.000 RPM).
Jika mesin beroperasi pada kecepatan yang lebih tinggi, akan ada bahaya kegagalan material pada piston dan batang penghubung (connecting rod) saat piston dipercepat dan diperlambat selama setiap langkah.
Dari Persamaan (2) dapat dilihat bahwa rentang kecepatan piston ini dapat diterima di kisaran kecepatan engine yang dapat diterima juga, tergantung pada ukuran engine. Ada korelasi terbalik yang kuat antara ukuran mesin dan kecepatan operasi. Mesin sangat besar dengan ukuran lubang pada urutan 0,5 m (1,6 kaki) biasanya beroperasi di kisaran 200 hingga 400 RPM, sedangkan mesin yang paling kecil (pesawat model) dengan bore pada urutan 1 cm (0,4 in.) beroperasi pada kecepatan 12.000 RPM dan lebih tinggi.
Tabel 1 memberikan nilai representatif dari kecepatan engine dan variabel operasi lainnya untuk berbagai ukuran mesin. Mesin mobil biasanya beroperasi dalam kisaran kecepatan 500 hingga 5000 RPM, dengan daya jelajah sekitar 2000 RPM. Dalam kondisi tertentu menggunakan bahan dan desain khusus, mesin eksperimental berkinerja tinggi telah dioperasikan dengan kecepatan piston rata-rata hingga 25 m/detik.
Tabel 1. Nilai Parameter Engine
Alasan kedua, karena aliran gas kedalam dan keluar silinder. Kecepatan piston menentukan laju aliran udara-bahan bakar sesaat saat
masuk ke dalam silinder selama langkah isap dan mengalir keluar dari silinder selama langkah buang. Kecepatan piston yang lebih tinggi akan membutuhkan katup yang lebih besar untuk mengizinkan laju aliran yang lebih tinggi.
Ukuran bore (diameter) engine berkisar dari 0,5 cm hingga 0,5 m (0,2 in s/d 20 in). Rasio bore terhadap stroke, B/S, untuk engine yang kecil biasanya dari 0,8 s/d 1,2. Engine dengan B=S sering disebut square engine . Jika panjang langkah (stroke) lebih besar daripada diameter bore, maka engine disebut under square, dan jika panjang langkah lebih kecil dari diameter bore maka disebut over square. Engine yang sangat besar selalu under square dengan panjang langkah diatas empat kali (4x) diameter bore.
Jarak antara sumbu engkol dan sumbu pin piston (S) dirumuskan sbb:
S = a cosθ + √(r² - a²sin²θ) (Persamaan 3)
dimana:
a = lengan engkol (lihat gambar 1)
r = panjang connecting rod
θ = sudut engkol, dimana diukur dari garis tengah silinder dan bernilai nol (0) ketika piston berada di TMA (titik mati atas)
Ketika S diturunkan terhadap waktu, maka kecepatan piston sesaat Vp diperoleh:
Vp = ds/dt
Rasio kecepatan piston sesaat terhadap kecepatan piston dapat ditulis sbb:
Vp/Vav = (π/2) sin θ [ 1 + (cosθ/√(R²-sin²θ)] (Persamaan 4)
dimana:
R = r/a
R adalah rasio panjang connecting rod terhadap offset crank dan biasanya bernilai 3 - 4 untuk engine kecil, meningkat 5 - 10 untuk engine besar. Gambar 2 menunjukkan efek R pada kecepatan piston.
Volume perpindahan atau bisa disebut juga volume langkah, Vd, adalah volume yang berubah karena pergerakan piston dari TMB ke TMA, dirumuskan sbb:
Vd = V(tma) - V (tma)
tma = titik mati atas
tmb = titik mati bawah
Beberapa buku menyebut volume tersebut dengan volume tersapu (swept volume). Perpindahan dapat dihitung baik untuk satu silinder ataupun untuk seluruh silinder. Untuk satu silinder, rumusnya:
Vd = (π/4)B²S
Untuk ngine dengan Nc silinder, rumusnya:
Vd = Nc (π/4)B²S
dimana:
B = diameter silinder (bore)
S = langkah (stroke)
Nc = jumlah silinder
Volume perpindahan engine dapat dinyatakan dalam m³, cm³, in³ dan yang paling biasa adalah dalam liter (L).
Volume silinder minimum terjadi ketika piston berada di TMA dan disebut dengan istilah volume clearance, Vc.
Vc = Vtma
Vtmb = Vc + Vd
Rasio kompresi engine dinyatakan sebagai:
Rc = Vtmb/Vtma = (Vc + Vd)/Vc
motor bensin modern memiliki rasio kompresi 8 - 11, sementara mesin diesel memiliki rasio kompresi di kisaran 12 - 24.
Gambar 2. Kecepatan piston relatif terhadap kecepatan piston rata-rata sebagai fungsi dari sudut engkol θ
Adapun volume silinder V pada berbagai sudut engkol adalah dirumuskan sbb:
V = Vc + (πB²/4) (r + a -s)
dimana:
Vc = volume clearance
B = bore
r = panjang connecting rod
a = lengan engkol
s = jarak tmb ke tma seperti yang ditunjukkan pada gambar 1
Referensi: Engineering Fundamental of the Intenal Combustion Engine (second edition) - Willard W. Pulkrabek