Tulisan dalam gambar ini adalah satu diantara banyak tulisan yang serupa yang beredar luas di jagad maya yang jika tidak didudukkan dengan baik, akan berbahaya bagi pemikiran khalayak yang membacanya. Berbahaya karena dapat mempengaruhi paradigma seseorang sehingga akan memandang buruk suatu agama dan ujungnya menjadi sesat dan menyesatkan. Lagi-lagi agama dapat terfitnah karenanya.
Sebuah tulisan atau ungkapan bisa bernilai benar atau salah bergantung kepada siapa yang mengungkapkannya meskipun kontennya sama. Lho kok bisa? Bisa saja. Sebab betapa banyak kita dapati sebuah tulisan atau ungkapan memiliki misi tertentu dari orang yang mengungkapkannya.
Tulisan atau ungkapan diatas bisa bernilai benar jika diungkapkan oleh seseorang yang memiliki kecemburuan yang tinggi terhadap agamanya. Namun, pertanyaannya, buat apa juga seseorang tersebut mengungkapkan ungkapan seperti itu dan mempertanyakan apa sebenarnya fungsi agama seakan-akan menyangsikannya? Katakanlah benar, ungkapan tersebut keluar dari lisan seseorang yg dikenal memiliki kecemburuan kepada agamanya yang tinggi, maka tak lain adalah untuk mengingatkan atau menggugah hati yang lalai dari orang-orang beragama yang abai terhadap agamanya agar kembali kepada agamanya yang hanif atau lurus. Bukan bermaksud mencampakkan agama karena dianggap tidak ada fungsinya.
Adapun jika ungkapan tersebut diungkapkan oleh seseorang yang dikenal sangat getol memusuhi orang-orang kuat dalam mendakwahkan dan mengamalkan agamanya, maka jelas, ungkapan tersebut memiliki misi yang buruk yang hendak menjauhkan siapapun yang membacanya atau mendengar ungkapannya dari agamanya. Mereka bisa dari kalangan liberal, ateis dan sespeciesnya.
Perlu diketahui bahwa, orang yang beragama itu tidak seluruhnya berilmu. Ada yang sangat berilmu, ada yang pertengahan dan ada pula yang awam alias dia menjalankan agama sebatas pada mengikuti ritual agama namun kurang memaknai dibalik ritual yang diajarkan dalam agama. Nah, menilai dan menjustifikasi serta seakan-akan menyangsikan peran agama sebagai solusi dari setiap problematika umat, dari person atau pemeluknya yang sangat heterogen jelas ini tidak fair. Apalagi kemudian membandingkan dengan orang atau umat lain yang tanpa agama (baca: ateis) yang memiliki peran besar dalam menjawab problematika umat, seperti saat menghadapi pandemi global seperti saat ini.
Seperti misalnya ketika ada jamaah dalam agama Islam, yang bersikukuh tetap mengadakan pertemuan akbar di saat pandemi global, dengan argumen, "kami hanya takut kepada Allah, kami tidak takut kepada virus corona", atau ungkapan lain, 'jika memang ditakdirkan akan terpapar virus, ya pasti kena, jika tidak, ya tidak akan kena" , lantas kemudian datang orang-orang congkak dari gerombolan liberal atau ateis yang membodoh-bodohkan umat islam secara tidak fair alias gebyah uyah, dan muaranya apalagi selain hendak merubuhkan Islam. Ya begitulah, piciknya cara berfikir orang-orang yang sudah dibutakan mata hatinya untuk menerima Islam karena kebenciannya. Islam itu sudah sempurna dan parnipurna. Di dalam Islam sudah memberikan solusi atas semua problematika di dunia. Islam tidak bertentangan dengan sains. Demikian pula Islam tidak menafikan sebab-sebab syari yang wajib ditempuh oleh pemeluknya untuk meraih segala sesuatu sebagaimana yang dipersepsikan sebaliknya oleh orang2 ateis dan sebangsanya. Makanya jika mau menilai islam, ya nilailah dari Islamnya sendiri dari sumber2nya yang terpercaya dan otentik bukan dari person-personnya atau pemeluknya yang tak sedikit salah memahami dan mempraktekannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar